Sejarah Seluncuran di Bendungan BKB Semarang: Ada Sejak Zaman Belanda

Bendungan Prelet Banjir Kanal Barat (BKB) mendadak jadi tempat hit di Kota Semarang, Jawa Tengah. Yang menjadi daya tarik orang-orang datang ke sana yakni karena ingin melihat keseruan anak-anak hingga remaja bermain seluncuran.

Hampir dua pekan terakhir, bendungan pleret BKB Semarang seolah jadi tempat bermain yang menyenangkan bagi anak-anak. Walaupun tempat itu tergolong berbahaya, mereka seolah tidak peduli. Mereka seakan-akan haus dengan tempat-tempat rekreasi gratis.

Ternyata jauh sebelum aksi seluncuran di bendungan pleret BKB Semarang viral di sosial media. Aktivitas surfing atau seluncuran di sana bukan hal baru. Bahkan sudah pernah ngehits di era penjajahan kolonial Belanda.

Seorang sejarawan Rukardi Achmadi, tidak terkejut dengan viralnya aktivitas surfing di bendungan pleret BKB. Aktivitas tersebut, kata Rukardi, sudah ada sejak tahun 1897 atau abad ke-20.

Lebih lanjut, Rukardi memaparkan BKB merupakan salah satu peninggalan Belanda. Tujuan pembangunan BKB tak lain untuk mengendalikan banjir sekaligus mengairi sawah. Dulu namanya Western Bandjirkanaal.

“Pada akhir abad 19, jadi dulu Kaligarang alirannya menuju Kali Semarang. Jadi dari selatan nggak lurus ke laut tapi berkelok-kelok tengah kota,” kata Rukardi membuka sejarah BKB.

Karena kondisi aliran sungai seperti itu tak jarang membuat wilayah perkotaan Semarang banjir saat curah hujan tinggi. Belanda kemudian membuat BKB yang tembus ke laut supaya air tidak masuk ke tengah kota.

Jadi pembangunan BKB ini semata-mata untuk mengatur aliran air yang masuk ke Kali Semarang.

“Kalau hujan datang, debit air tinggi, nah air yang masuk ke kota bisa diatur, ditutup. Jadi air langsung lurus ke arah utara, nggak perlu lewat pusat daerah,” jelasnya.

Menariknya, saat bendungan pleret BKB selesai di bangun. Banyak warga setempat yang kemudian memanfaatkan mercu bendungan untuk bermain seluncuran.

“Pada masa itu seluncuran tidak hanya dilakukan oleh anak-anak, tapi juga orang dewasa,” ungkap Rukardi.

Lambat laun penjaga pintu air berkulit hitam bernama Zimmerman membentuk klub atau komunitas penghobi seluncuran di sana. Bahkan waktu itu dia begitu dikenal sampai masyarakat mengabadikan namanya sebagai nama jalan inspeksi di sisi timur BKB, yakni Zimmermanns-laan.

Namun pascakemerdekaan RI, nama jalan Zimmermanns-laan diubah menjadi Basudewa. Rukardi lalu mengatakan kalau kanal yang membentang dari Desa Lemahgempal hingga laut Jawa tetap dimanfaatkan warga setempat dengan berbagai aktivitas.

“Kanal itu dimanfaatkan warga untuk tempat pelesiran. Banyak orang datang ke tempat itu untuk memancing, menikmati pemandangan atau bermain seluncuran,” tandasnya.


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *